Kabar Agro.Indonesia memiliki potensi lahan gambut yang bisa dimanfaatkan untuk garapan pertanian. Menurut anggota Komite Ekonomi Nasional, Hermanto Siregar, luas lahan gambut tersebut tak tanggung-tanggung, mencapai 21 juta hektare yang banyak tersebar di Kalimantan, Sumatra, dan Papua.
"Dari jumlah tersebut sekitar 33 persen lahan gambut itu dianggap layak menjadi lahan pertanian," ujar Hermanto dalam diskusi terbatas Kontroversi Pemanfaatan Lahan Gambut di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat, 27 Mei 2011.
Namun, sayangnya pemerintah masih belum banyak memanfaatkan potensi lahan gambut tersebut untuk pertanian. Hermanto, yang juga pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor, menyatakan lahan gambut yang bisa dimanfaatkan adalah gambut dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 centimeter.
"Karena gambut dangkal tingkat kesuburannya lebih tinggi dan risiko lingkungannya lebih rendah," ujarnya.
Dia menambahkan, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian memiliki dampak positif. Di antaranya, bisa meningkatkan produksi pertanian, sehingga bukan tak mungkin Indonesia bisa swasembada. Kemudian, bisa menyerap tenaga kerja dan menambah penerimaan negara baik pajak maupun devisa.
Kontroversi lahan gambut muncul setelah penandatanganan Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Inpres disusun setelah ada LoI antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang ditandatangani pada 26 Mei 2010.
LoI yang disebut juga dengan moratorium Oslo itu merupakan kerja sama mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan Indonesia dijanjikan mendapat kompensasi US$ 1 miliar.
Meski begitu, jika lahan gambut dimanfaatkan untuk pertanian, Hermanto meminta pemerintah membuat kesepakatan lebih terperinci tentang cakupan pemanfaatan lahan gambut. "Perlu juga ada pembagian tanggung jawab yang terlibat langsung atau tidak dalam pemanfaatan lahan gambut jika terjadi kebakaran atau ada perubahan ekologis," ujarnya.
Sementara itu, peneliti sumber daya lahan Kementerian Pertanian, Irsal Las, mengatakan Indonesia hanya memiliki potensi lahan sawah baru 2-3,5 juta hektare hingga 2035. Sedangkan untuk lahan perkebunan potensinya berkisar 6-10 juta hektare hingga 2035.
"Sekitar 25 sampai 35 persen lahan gambut memang potensial untuk lahan pertanian. Dan, fakta lapangan, sekitar 15-20 persen lahan gambut selama ini sudah dimanfaatkan untuk pertanian," katanya.
sumber: tempointeraktif.com
Namun, sayangnya pemerintah masih belum banyak memanfaatkan potensi lahan gambut tersebut untuk pertanian. Hermanto, yang juga pengamat pertanian dari Institut Pertanian Bogor, menyatakan lahan gambut yang bisa dimanfaatkan adalah gambut dangkal dengan kedalaman kurang dari 100 centimeter.
"Karena gambut dangkal tingkat kesuburannya lebih tinggi dan risiko lingkungannya lebih rendah," ujarnya.
Dia menambahkan, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian memiliki dampak positif. Di antaranya, bisa meningkatkan produksi pertanian, sehingga bukan tak mungkin Indonesia bisa swasembada. Kemudian, bisa menyerap tenaga kerja dan menambah penerimaan negara baik pajak maupun devisa.
Kontroversi lahan gambut muncul setelah penandatanganan Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Inpres disusun setelah ada LoI antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang ditandatangani pada 26 Mei 2010.
LoI yang disebut juga dengan moratorium Oslo itu merupakan kerja sama mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dan Indonesia dijanjikan mendapat kompensasi US$ 1 miliar.
Meski begitu, jika lahan gambut dimanfaatkan untuk pertanian, Hermanto meminta pemerintah membuat kesepakatan lebih terperinci tentang cakupan pemanfaatan lahan gambut. "Perlu juga ada pembagian tanggung jawab yang terlibat langsung atau tidak dalam pemanfaatan lahan gambut jika terjadi kebakaran atau ada perubahan ekologis," ujarnya.
Sementara itu, peneliti sumber daya lahan Kementerian Pertanian, Irsal Las, mengatakan Indonesia hanya memiliki potensi lahan sawah baru 2-3,5 juta hektare hingga 2035. Sedangkan untuk lahan perkebunan potensinya berkisar 6-10 juta hektare hingga 2035.
"Sekitar 25 sampai 35 persen lahan gambut memang potensial untuk lahan pertanian. Dan, fakta lapangan, sekitar 15-20 persen lahan gambut selama ini sudah dimanfaatkan untuk pertanian," katanya.
sumber: tempointeraktif.com